Padang, Mimpi yang Menjadi Nyata

09:24

Ketika masih tingkat 3 kuliah, saya sudah sedikit mempersiapkan mental untuk ditempatkan sejauh apapun dengan bertanya ke senior yang ditempatkan di luar Jawa. Entah kenapa saya seperti sudah merasa tidak akan bertugas di Jawa. Apa yang mereka rasakan, hal apa yang paling berat dan bikin mereka stress serta bagaimana mereka mengatasi dan survive adalah hal-hal yang biasanya saya tanyakan pada senior.

Katanya menjalani hidup ini bukan berdasar teori saja, we have to feel it by ourselves, itu baru namanaya "hidup." Satu setengah tahun berlalu dan saya mendapatkan penugasan untuk saya sendiri setelah 10 bulan on the job training di kota kelahiran saya. Sesuai feeling, saya penempatan di luar Jawa, tepatnya di kota Padang. Hal tersulit di sini adalah pertemanan di luar lingkungan kantor. Menurut pendapat pribadi saya, masyarakat minang tidak seterbuka lingkungan sekitar saya dulu untuk bersahabat dengan orang baru.Maka teman saya adalah teman kost yang sekaligus rekan kantor, alias kakak senior. 

Tanggal 30 November 2010 merupakan kali pertama saya landing di Sumatera Barat. Terasa ada yang akan hilang saat berangkat. Bahkan rasa cemas itu masih saja hinggap sampai saya naik pesawat dan hampir landing. Walaupun sulit mengatasinya, akhirnya rasa itu terdistraksi oleh pemandangan yang menurut saya seperti surga. Di bawah sana terlihat pantai berpasir putih yang biru kehijauan. Di sebelahnya ada bukit hijau yang panjang. Katanya "God always choose a right man in a right place, let's begin the journey!"

Saya masih ingat waktu di pesawat saya duduk bersebelahan dengan seorang bapak2 yang sangat ramah dan baik. Beliau menerangkan nama pantai cantik yang terlihat dari jendela pesawat. "Itu Pantai Bungus, itu Teluk Bayur, itu Indarung yang ada Pabrik Semen Padang," ujar si Bapak. Saya mendengarkan dengan kekaguman atas keelokan pemandangan di bawah sana. Dalam hati saya berjanji akan berkunjung ke tempat-tempat cantik itu. Percakapan kami ditutup dengan pembicaraan mengenai masakan orang Jawa Tengah yang dibumbui gula. Si Bapak terkejut dengan informasi dari saya tersebut. Kesan pertama saya pada ranah minang kala itu adalah keramahan. Si Bapak telah menampilkan wajah ramah minang asing pertama yang saya jumpai. Selain itu minang yang saya kenal adalah teman-teman saya di kampus dulu.

Keluar bandara karena tidak ada yang menjemput, saya naik bus Damri menuju alamat calon kostan saya yang saya juga tidak tau itu di mana. Untunglah (orang Jawa itu untung terus) di dalam bus saya duduk di samping seorang volunteer kemanusiaan yang akan berangkat ke Pulau Mentawai. Pemuda itu sedikit membantu saya melihat nama jalan yang kami lewati supaya destinasi saya tidak terlewatkan. Ia juga menunjukkan Pantai Padang saat kami melintasi sebuah jembatan penghubung dua daratan yang terpisahkan sebuah sungai lebar. Pantainya ternyata sangat dekat dengan jalan raya. Saya terkesima. 

Belakangan saya ingat bahwa si pemuda volunteer itu menghitung banyak uang di dalam bus. Entah dia sengaja memamerkannya pada saya karena saya dikira anak kecil yang mudah terbujuk melihat uang banyak, atau karena ia memang menghitung dana untuk naik kapal ke Mentawai. Tapi saya jadi berpikiran agak buruk pada volunteer lepas yang berjalan sendiri sepertinya.

Salah seorang karib saya pernah bercerita bahwa rasanya dia penempatan di Kalimantan karena memang ingin sekali bekerja di tempat yang ada hutannya. Dari situ saya mengingat-nginagat apa sebabnya saya ditugaskan di Padang. Barangkali ada do'a-do'a tak disengaja seperti teman saya tadi. Setelah 3 bulan di Padang, akhirnya saya ingat tentang salah satu mimpi saya, yaitu saya tinggal di suatu kota yang ada pantai di pinggir jalan rayanya. Dan di situlah saya sekarang berada. Di suatu kota dengan pantai yang bersebelahan dengan jalan raya, di Kota Padang. Bahkan kantor saya hanya 500meter dari pantai yang ada jalan rayanya itu. Jadi, hati-hatilah jika menyimpan keinginan dalam hati ya teman-teman, meskipun tak diucapkan, karena Tuhan Maha Tahu. :)

Beberapa waktu kemudian saya diajak rekan-rekan kantor berkunjung ke Pulau Sikuai. Saya ingat kalau saya juga pernah bermimpi bisa melihat terumbu karang dan ikan-ikan pada laut dangkal di tepi pantai. Dan saya mendapatkannya persis saat mulai menyelupkan kepala ke dalam pantai Sikuai yang dangkal. Biru pantai itu membuat saya merasa takjub dan bersyukur karena Tuhan telah memberikan kesempatan pada saya untuk mengunjungi tempat yang bagaikan nirwana bagi saya ini. Sepulang dari Sikuai saya merasa jatuh cinta untuk pertama kalinya pada Padang. Biarlah cinta ini datang terlambat, karena saya sudah disambut gempa kencang pada hari kedua kedatangan saya. Juga saya sering mendapati diri ini terkaget-kaget atau merasa sakit hati dengan hal-hal tak biasa yang baru pertama kali saya alami di sini.
Dan sebenarnya, saya menuliskan ini karena saya sering mengalami masa-masa pahit di Padang. Saya ingin mengingat saat saya jatuh cinta padanya ketika saya harus menelan getir yang rasanya tak sanggup saya telan. 

You Might Also Like

2 komentar

  1. Pahit Getir sekarang udah jadi kenangan ya jeng, duh jadi kepengen ke Padang :D baca post ini sambil mbayangin seolah2 gie ada di sana yang jadi kameramen hahaha....apalagi adegan volunteer ngitung uang di sebelah anak "kecil" hahaha :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi Nggi, thanks udah mampir di postingan lamaku :)

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar.
Love, Nia :)

Like us on Facebook

Instagram