Jelajah Goa Vertikal Buniayu, Sukabumi

00:07

Entah karena dekat sekali dengan alam, karena kesederhanaan warga sekitar, atau masakannya Ibu-Ibu kateringnya Kang Gareng emang enak banget, saat-saat makan di Buniayu menjadi waktu yang sangat menyenangkan. Kami akan mengambil makanan banyak-banyak dan segera menghabiskannya. Apalagi selalu disediakan teh tawar hangat sebagai pasangan makan besar. Pas dan mantap untuk dinikmati di udara sejuk. Sarapan pagi kami khusyuk sekali, masing-masing sibuk mengunyah suapan demi suapan hingga makanan di piring tandas. Pagi ini spesial, saya senang sekali karena tak harus mandi di udara dingin. Mau susur goa, jadi ngapain mandi dulu. Alasan yang tidak terbantahkan. Sikat gigi, cuci muka dan pakai sunblock sudah cukup untuk persiapan kegiatan seharian. 
Kami harus menggunakan boots, helm, wearpack dan harnes untuk menyusuri goa hari ini. Kata Kang Gareng sih dijamin wearpack-nya bakalan robek, medannya yang berat. Saya menepis pikiran-pikiran yang hendak muncul di kepala tentang penyebab-penyebab wearpack pasti robek. Seperti biasa, berusaha mengikuti alur. Kami berjalan kaki untuk menuju lobang goa vertikal. Goa ini hanya bisa dimasuki dengan repling. Tim Kang Gareng sudah menyediakan alat yang mumpuni dari Perhutani sehingga dijamin aman. Bapak Pemandu tiba-tiba mengumpulkan kami dengan mimik wajah serius dan tutur kata yang tertata pelan. Amin kelihatan tegang melihat tindakan si Bapak. Saya was-was. Kami diajak berdoa bersama. Lalu Pak Pemandu minta maaf karena katanya akan banyak bercanda di bawah sana nanti. Saya agak bingung kenapa beliau meminta maaf untuk hal yang belum dilakukan.

Bawa Gadget?
Saya tidak menyarankan membawa kamera tanpa alat pelindung seperti yang digunakan untuk foto underwater. Apalagi hp. Akan terbentur-bentur dan terkena air serta lumpur. Berdasar pengalaman kami kemarin, SJcam sangat bermanfaat untuk digunakan mengabadikan momen langka di dalam goa.

Repling untuk Masuk ke Goa
Saya menjadi orang ke-dua yang turun ke dasar goa setelah Wuyung. Deg-degan rasanya turun di kedalaman 20 meter di perut bumi. Meski sudah lama tidak repling, entah kenapa saya tak merasa takut. Justru takutnya sama kegelapan goa. Pak Pemandu siap menyambut kami yang turun ke dasar goa satu per satu dan segera melepas hernes yang kami pakai supaya segera dikerek ke atas lagi. Kami tak perlu memakainya lagi, hernes akan sangat menghambat langkah nantinya.

Ornamen Goa dan Markas Kelelawar
Ornamen di dalam Goa Vertikal ini jauh lebih unik dibandingkan Goa Horizontal kemarin. Bahkan ada stalakmit yang persis sekali dengan bentuk organ intim pria (kata Pak Pemandu, yang cewek sih nggak boleh lihat). Selain itu banyak sekali gorden-gorden berhiaskan kristal. Kanopi yang kemarin cuma ada sedikit di Goa Horizontal, kini tak terhitung banyaknya di Goa Vertikal. Jangan sentuh semua ornamen goa itu ya, karena bentuknya bisa berubah jika kita menyentuhnya. Atau bahkan bisa mati. Pertumbuhan mereka sangat amat lambat. Per tahunnya hanya beberapa milimeter saja.
Rekahan sumber air

Medan pertama yang kami lalui masih mirip dengan Goa Horizontal kemarin. Masih berlantai batuan. Lama-lama ada bagian yang tergenang air yang harus kami lewati. Lalu kami bertemu dengan jamur istimewa yang baru ditemui Pak Pemandu sekali itu padahal beliau sudah bertahun-tahun di sana. Kami jadi merasa istimewa. Semakin masuk ke dalam, ada area yang sangat berisik karena di bawahnya terdapat sumber air. Kami diperlihatkan air terjun di bawah goa yang terlihat dari celah lantai goa yang menganga. Selain itu beberapa markas kelelawar harus kami lewati. Pak Pemandu selalu mengecilkan lampunya jika melewati area tempat tinggal kelelawar, beliau pun berujar maaf kepada para kelelawar. Minta maaf karena sudah mengganggu tidur mereka. Saya mendongak ke atas dengan mematikan senter. Banyak sekali kelelawar bergelantungan di atas. Beberapa markas harus kami ganggu. Mereka biasanya tak hanya di atap goa saja, tapi juga bergelantungan di dinding goa. Gara-gara kami datang, mereka semua naik ke atas. Semoga tak ada Batman yang muncul dengan marah karena kawannya terganggu.
jamur langka
Persiapan yang Matang dan Keahlian Khusus Diperlukan untuk Menyusuri Goa Vertikal
Tanpa di sangka-sangka, area berlumpur mulai muncul. Kami harus melewatinya. Ada medan ekstrim yang harus meggunakan tali. Kemampuan memasang carmantel di medan berat harus dimiliki bagi siapa saja yang kemari. Pemandu kami terlihat sudah sangat ahli memasangnya beberapa kali. Kami harus bergiliran satu per satu melewatinya sambil menunggu instruksi Pak Pemandu. Punggung harus dimantapkan sandarannya ke sandaran berlumpur, kaki harus menginjak bagian yang ditunjukkan. Jika ada teman kami yang tak bisa, maka akan segera dibantu beliau. Saya bersyukur teman seperjalanan kami baik semua. Tak ada yang rewel saat medan mulai berat. Meski senter teman kami Rio sudah rusak total kena lumpur, Rosy dan Amin membantu menyinari jalan yang akan dilewati Rio dari depan dan belakangnya. Saya sempat khawatir Fifi akan mengeluh tentang track berat goa ini, namun alhamdulillah Fifi tangguh sekali.
Jika area berair harus kami lewati lagi, maka kami akan mencuci lumpur yang masuk ke boots. Saat jalanan mulai agak kering, kami mengeluarkan air yang masuk ke boots. Begitu terus berulang-ulang. Tak terasa sudah 1 jam kami di dalam goa. Perjalanan masih dua jam lagi. Kacamata saya sudah mulai blur karena terkena tangan saya yang terus menerus menyeka keringat di jidat, padahal tangan saya penuh lumpur karena bekas berpegangan pada lantai lumpur saat merambat. Genangan air terdalam yang harus kami lewati sekitar sepaha saya saja. Jadi masih aman. Mungkin ini karena sedang musim kemarau. Jika musim penghujan debit air akan lebih besar.

Lumpur yang Menelan Boots
Saat medan berlumpur mulai semakin banyak dan bahkan ketika diinjak semakin dalam, boots Fifi tertinggal di dalam lumpur. Rio yang di belakang Fifi mencoba mengambilkan boots Fifi namun malah menemukan boots lain. Mungkin itu milik peserta susur goa terdahulu yang tidak bisa lagi menyelamatkan boots-nya. Langkah terasa semakin berat saja. Air minum kami sudah hampir habis. Saya berpikir ngapain sih saya susah-susah menyusuri goa begini. Lalu saya tersenyum sendiri dan berkata pada diri saya bahwasannya saya travelling kan untuk membangkitkan kesadaran. Supaya saya lebih bersyukur pada keseharian saya. 

Semangat yang mulai pudar kemudian terisi kembali. Meski kedalaman lumpur sudah selutut dan boots sudah saya gotong di pundak, saya terus melangkah dengan semangat. Bahkan lagkah saya sampai bunyi blurrp bluurp bluurp karena saking antusiasnya. Pak Pemandu dan Wuyung sudah berhenti di salah satu sisi yang tak berlumpur. Menunggu teman-teman lain sampai situ dulu. Saya mulai curiga sama si Bapak. Beliau lagi-lagi mengumpulkan kami dalam lingkaran dan berbicara dengan tertata. Ada apa lagi ya...

"Jadi sekarang kita sudah sampai sini, jalan di depan buntu." katanya. Kami semua kompak berkata "haaa" dengan lemas dan sorot mata nanar. Lalu si Bapak berkata lagi "Karena saya cuma membantu Kang Gareng, jadi saya membawa teman-teman semua ke sini atas arahan Kang Gareng. Katanya supaya ada kesan tersendiri tentang susahnya susur goa bagi teman-teman." Alamak! Kami semua tertawa lalu mengikuti si Bapak yang sangat lincah melompat lompat kembali ke jalan yang benar. Hahaha. Kami dibelakangnya sih nggak lincah, ngos-ngosan dan  tergopoh-gopoh mencoba mengikutinya.

Kegelapan Abadi
Zona goa berlantai batuan keras dengan sedikit air muncul lagi. Kami diminta beristirahat di sana. Si Bapak mematikan lampu spiritusnya sambil mengobrol galor ngidul dan merokok. Katanya seru kalau bawa kompor, bisa rebus-rebus air untuk seduh teh atau kopi dulu. Sayangnya kami turis yang sangat sederhana, hanya membawa aqua saja. 

Si Bapak meminta kami mematikan semua senter. Lalu kami diminta memejamkan mata, membukanya sekejap untuk menikmati kegelapan abadi di dalam goa. Menyadari Agungnya Sang Maha Kuasa dan betapa kecilnya kita. Tiga menit dalam kegelapan abadi di perut bumi sangat berkesan. Rasanya kami benar-benar tak berdaya dan tak bisa berbuat apa-apa. Katanya jika manusia berada dalam kegelapan abadi selama 30 menit, lama-lama ia bisa kurang waras dan menjadi gila.

Bertemu Penghuni Goa
Waktu kami di dalam goa masih sekitar satu jam lagi. Area yang kami lewati berair jernih. Ada udang dan ikan goa yang transparan. Mereka tak pernah terkena cahaya matahari jadi warnanya benar-benar bening transparan. Ada juga jangkrik goa yang kakinya panjang-panjang. Mereka sepertinya tak punya mata karena tak ada cahaya di dalam sana. 

Namun kebahagian kami karena menemukan makhluk-makhluk goa tak berlangsung lama. Kami diminta berhenti lagi. Saya berusaha tidak curiga dengan keusilan si Bapak. Beliau sangat baik. Bahkan tadi menggunakan paha beliau untuk tumpuan kami naik ke area yang tinggi. Kali ini beliau menunjukkan lekukan yang ada beberapa rongganya. Setelah pengantar yang agak panjang, katanya kami diminta untuk menaiki rogga itu supaya bisa kembali ke mulut goa. Wuyung heboh, yang lain cuma bilang "Hah! Serius?!" Saya sendiri cuma curiga tapi yakin masih bisa menapakinya. Lalu si Bapak tiba-tiba berseloroh," Saya sendiri sudah bertahun-tahun sering menyusuri goa ini, namun belum pernah melewati rongga itu." Wuyung makin melongo, yang lainnya kebingungan. Saya datar aja pasrah, terserah aja lah mau lewat mana. Si Bapak lalu menepuk pundak Wuyung, "Jangan serius-serius amat Kang. Ayo kita lewat tangga bambu di sebelah sini." Hahaha. Lagi-lagi semua ditipu si Bapak. Kami tertawa. Kata Si Bapak biasanya ada tangga besi di situ tapi sudah rusak. Jadi sementara pakai tangga bambu ini. Saya menjadi pendaki tangga bambu yang pertama. Saya tak peduli betapa curamnya tangga yang harus saya daki. Tingginya kira-kira 12 meter. Pokoknya ingin segera sampai saja rasanya. Boots masih saya bopong di pundak sambil tertatih menaiki anak tangga. 

Cahaya yang Mengundang Senyum
Energi kian tipis. Saya duduk terkapar menunggu semuanya naik satu per satu. Lalu Pak Pemandu menunjukkan jalan yang harus dilewati. Katanya masih jauh. Jalannya menanjak cukup curam. Saya di belakang Wuyung dan Fifi. Saya tak melihat ke atas karena khawatir cepat lelah. Tiba-tiba Wuyung dan Fifi berteriak. "Mulut goanya sudah kelihatan!" Saya tanya mereka tahu dari mana kalu sudah hampir sampai mulut goa. Mereka berkata dengan kompak,"Ada cahaya dari atas!" Seulas senyum mengembang di bibir saya. Sambil merayap karena dengkul sudah mulai goyah, saya ingin segera menyusul mereka. Semua energi tersisa saya kerahkan agar segera sampai keluar goa. Begitu tiba di permukaan saya sudah menemukan Fifi dan Wuyung yang terkapar tak berdaya. 
Setelah itu kami berjalan menuju pickup dan dibawa ke Air Terjun/Curug Bibijilan yang debit airnya sedang kurang. Lokasi yang cantik sekali. Namun dibutuhkan perjuangan untuk turun ke sana. Kami mencuci boots dan wearpack di situ, tentu tanpa deterjen. Sekadar menghilangkan lumpurnya saja. Lalu kami bermain air sepuasnya. 
nyuci Buuk...
Pulang dari air terjun, kami bertemu dengan monyet liar. Mereka kehabisan makanan di dalam hutan sehingga masuk ke pemukiman berharap diberi buah dan singkong oleh warga. Di dekat mushola ada tempat khusus untuk upeti si monyet. Dikumpulkan oleh warga dengan seikhlasnya. Biasanya diisi singkong. Monyetnya baik, tidak menggangu sama sekali. Kami bergegas dari distraksi monyet, segera mandi dan makan siang. Lalu packing dan bersiap berjalan kaki kembali ke jalan raya. Semoga kami masih bisa naik kereta pukul 15:00.

Setelah berpamitan dan berfoto dengan Kang Gareng, kami beranjak pergi menjauh dari pemukiman di dalam hutan itu. Sekitar 20 menit kami memunggu angkot silver. Kali ini supirnya menawarkan mengantar langsung ke stasiun hanya dengan membayar Rp 20.000 saja per orang. Tentu kami iyakan dengan gembira. Kami memang sengaja belum membeli tiket kembali ke Bogor karena khawatir tidak dapat mengejar jadwal kereta. Namun berkat tawaran Pak Supir yang baik, kami punya sisa waktu satu jam di stasiun. 
turun dan nunggu angkot lagi selalu di sini :p

Istimewa
Biasanya goa memiliki satu jenis medan saja. Jika ia berair maka keseluruhan goa akan berlantai cukup keras dan digenangi air. Jika goa tersebut berlumpur maka secara keseluruhan akan berlumpur. Uniknya goa vertikal ini memiliki keduanya. Pengalaman pertama bagi saya menemukan jenis goa seperti ini. 

Kesederhanaan dan Kebahagiaan
Di dalam hutan Buniayu, kami melihat keseharian penduduknya yang sederhana dan bersahaja. Meski begitu, mereka memfokuskan hidupnya untuk membangun rumah yang layak bagi keluarganya serta untuk pendidikan anaknya. Di musim kemarau seperti ini mereka sepertinya sedang agak susah. Namun senyum di wajah mereka tak pernah pudar. Kami diigatkan kembali tentang hidup sederhana selaras dengan alam dan kebahagiaan yang terpancar dari senyum di wajah-wajah mereka yang mensyukuri kesehariannya. 
Lega sudah naik Commuter Line lagi...

Contact Person
Untuk mengambil paket seperti kami silakan menghubungi Kang Gareng 085759549615.
Biaya paket all in seperti yang saya ceritakan sejak post Goa Horizontal adalah Rp 400rb/orang.
Iseng saya googling sepertinya ini paket termurah karena dari pengelolanya langsung. Biasanya via jasa agen wisata akan ada perbedaan harga sedikit. Kang Gareng memberdayakan warga sekitarnya untuk memberikan pelayanan terbaik kepada para tamu. Paket yang diambil tidak harus sama persis seperti kami juga boleh. Lumayan membantu ekonomi warga sekitar yang sepertinya bekerja sebagai petani plasma dan penjaga hutan perhutani.

How to Get There & The Costs
Paket wisata Goa Vertikal dan Horizontal Buniayu Rp 400.000 (include 2x makan siang, 1x sarapan dan 1x makan malam. Bonus welcome snack and drink: gorengan dan teh manis hangat :D)
Bintaro-Bogor PP via Commuter Line 
Bogor-Sukabumi PP Kereta Api Pangrango (Tiket kelas ekonomi Rp 20.000, eksekutif Rp 50.000)
Angkot Stasiun ke Terminal Jubleg Rp 5000
Angkot dari Terminal Jubleg ke Buniayu Rp 12.000
Angkot dari Buniayu langsung ke Stasiun Sukabumi Rp 20.000

Salam :)

Jangan lupa baca post terkait tentang Goa Horizontal Buniayu

You Might Also Like

4 komentar

  1. Nia kamu bolang bangeeeettt!!! Repling juga berani. Kereeeennn!!!!
    Iya sebagai orang kota, harus sekali2 ngalamin kayak gini ya, supaya inget kehidupan yg sederhana & bersahaja.. itu pun bikin bahagia :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berani karena pernah takut juga dulunya Mba.. Haha. Iya happiness in simplicity :p

      Delete
  2. Emak emang dahsyat dah, eikeh mana berani ke tempat gelap dan tinggi ha ha ha....bisa nangis gegerungan iya :p

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar.
Love, Nia :)

Like us on Facebook

Instagram