Assalamualaikum. Siapa yang tak kenal sate maranggi? Kuliner khas Purwakarta ini tiba-tiba menjadi populer beberapa tahun lalu. Saya sendiri belum sempat mencobanya karena belum ada kesempatan ke Purwakarta. Nah, di bulan September lalu salah satu teman saya menikah di Purwakarta. Jadilah saya sempatkan datang supaya bisa sekalian mencicipi lezatnya sate maranggi.
Kami berangkat pagi-pagi dari Jakarta. Janjian ketemu di kantor pukul 7.30 pagi tapi saya baru datang menjelang pukul 9, hehe. Saya, Fadli, dan Fahmi kemudian menjemput Marina di kostnya. Ternyata Marina belum siap karena baru kembali dari tempat keluarganya. Jadi punya excuse kalau bukan saya sendiri yang telat. Hihi.
Perjalanan ke Purwakarta ternyata sangat lancar. Jalan tol Purwakarta benar-benar lurus dan kosong. Rasanya pengen turun dari mobil dan ambil foto atau video. Tapi karena masih sayang sama nyawa, jadilah saya mengurungkan niat itu.
Ini bukan pertama kalinya saya ke Purwakarta, karena keluarga besar Ibu saya banyak yang tinggal di sana. Namun sayangnya kenangan dari kunjungan yang lalu sama sekali tak ada bekasnya dalam memori saya, jadilah mengenai ke mana kami akan pergi saya manut saja dengan adek-adek rekan serombongan saya.
Destinasi pertama kami adalah lokasi kondangan. Dari sana kami segera meluncur ke Wanayasa. Ya, saya tahu bahwa area kuliner Sate Maranggi yang terkenal ada juga di Cibungur. Lokasinya bahkan di dekat pusat kotanya Purwakarta. Namun karena Marina mengajak untuk makan sate maranggi di Wanayasa saja, kami semua setuju dengannya. Wanayasa adalah kampung halaman kedua orang tua Marina. Mereka punya kedai sate maranggi favorit di sana.
Cerita sedikit ya tentang outfit kondangan. Karena agenda kondangannya sekalian menjadi acara jalan-jalan, maka saya sengaja mengenakan outfit yang simple. Dengan inner kaffah yang emang nyaman dan menjadi favorit saya, maka jilbab segi empat yang saya bawa bisa saya modif saja untuk memberikan kesan elegan ketika berganti ke outfit kondangan.
Untuk atasan, saya memilih baju putih dengan cutting peplum. Baju ini beneran multi fungsi, selain bisa dipakai ke acara formal, saya kadang memakainya di hari Senin. Bawahannya saya mengenakan celana jeans, namun saat kondangan saya pakai kain yang berupa sarung. Ketentuan berpakaian di kantor saya untuk hari Senin adalah kemeja putih. Ternyata punya outfit yang bisa dipakai berkali-kali tak selalu membosankan untuk dilihat. Asalkan sesekali domodifikasi supaya kelihatan beda saat memakainya lagi.
Selesai kondangan kami jajan dulu di minimaket depan lokasi resepsi. Cuaca saat itu sangat cerah, saya jadi ingin menikmati es krim. Dan ternyata es krim yang saya pilih warnanya senada dengan biru langit siang itu. Summer vibes! :D
Kota Purwakarta ternyata macet juga. Terutama di area pasar. Banyak rombongan pengantin yang lewat sehingga lalu lintas menjadi padat dan tersendat. Wanayasa ternyata tak terlalu dekat dari kota. Perjalanan yang kami lewati sepertinya lebih dari 30 menit. Karena sudah masuk waktu shalat dzuhur, maka kami menyempatkan sholat dulu di masjid yang cukup besar dan bersih dekat Danau Wanayasa.
Pemandangan air yang luas membentang memang membuat rileks. Mungkin karena sebagian besar tubuh manusia didominasi oleh kandungan air, maka banyak orang yang senang ketika melihat air yang banyak atau air yang indah.
Karena kami sudah lapar, kami tak berhenti di danau. Saya hanya merekam pemandangan danau dari mobil. Bisa teman-teman nikmati di video youtube yang akan saya tayangkan di bagian akhir post ini. Pasca danau pada area jalan yang mulai menanjak, banyak sekali penjual sate maranggi di pinggir jalan. Ada yang membuat gubug sebagai tempat pelanggannya menikmate sate, ada pula yang membuka jualan sate maranggi tanpa atap. Terbuka begitu saja. Melihat banyaknya penjual yang ada, bisa jadi mereka laku semua tau punya pelanggan masing-masing. Jika tidak, tentu mereka tak akan lagi berjualan tho? Karena jalan Wanayasa tak terlalu ramai.
Ketika sudah sampai di kedai sate maranggi langganan keluarga Marina, hujan sedang sangat deras. Kami berlari-lari kecil menuju kedai untuk kemudian duduk di balai-balai bambu beralas tikar yang disediakan si Bapak. Kami memesan 30 tusuk sebagai pembuka. Kemudian Marina memesan oncom. Ternyata oncom merupakan pelengkap saat menyantap sate maranggi. Oncom yang disajikan di kedai ini teksturnya lembut dan kecil-kecil dibandingkan oncom yang pernah saya makan di tempat lain.
Sate pertama datang. Saya diajari cara makan sate maranggi oleh teman-teman saya. Satenya harus dicelupkan dan dilumuri bumbu dalam piring khusus bumbu dulu. Lalu nasinya juga dikasih bumbu itu, supaya makin terasa katanya.
Sebelum sate saya dilumuri bumbu, saya mencicipi satu gigit sate maranggi perdana saya dulu. Rasanya ternyata sangat enak. Tekstur daging yang empuk dan rasa manis yang pas menyergap lidah saya. Lalu saya menuruti tips teman-teman dengan melumurinya dengan bumbu terlebih dahulu. Rasanya pun makin mantap.
Tak sampai lima menit oncom dan sate hampir habis. Kami segera tambah 20 tusuk lagi dan minta dua piring kecil oncom. Teh hangat tanpa gula yang menjadi teman menikmati sate ternyata sangat cocok dengan rasa manis si sate maranggi. Kesat dari tehnya pada lidah menambah ketajaman rasa daging sapi yang kami santap. Ini baru namanya kuliner legendaris!
Karena masih merasa kurang, kami memesan 20 tusuk lagi. Hujan deras masih saja mengguyur. Teh dan obrolan hangat mengisi jeda antara piring demi piring sate yang diantarkan kembali oleh si Bapak penjual kepada kami yang kalaparan, dan agak maruk. Hehe. Ketika kami beranjak dari kedai si Bapak, hujan kemudian menjadi lebih ringan. Total yang harus dibayarkan untuk menikmati kemewahan yang nikmatnya mengharukan ini adalah 150ribu rupiah saja.
Sambil menulis ini saya jadi rindu sate maranggi yang di Wanayasa. Eh tapi saya belum pernah mencoba Sate Maranggi Cibungur yang terkenal itu sih. Kapan-kapan akan saya coba. Berikut saya lampirkan video perjalanan kami ke Purwakarta kemudian lanjut ke Wanayasa. Video menikmati satenya ada di atas menit ke satu. Enjoy!