Lebih Dekat dengan Karya Seni di Jakarta Biennale 2015 "Maju Kena Mundur Kena"
18:33
Assalamualaikum,
Halo apa kabar semuanya?
Awal tahun masih sakau liburan? Biar irit tapi tetep banyak dapat benefit, coba liburan di Jakarta aja yuk. Salah satu pilihan yang menarik untuk dikunjungi akhir pekan nanti adalah Jakarta Biennale. Ada yang belum tahu apa itu Jakarta Biennale? Event ini merupakan perhelatan akbar karya seni rupa dua tahunan yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta. Jakarta Biennale 2015 sudah berlangsung sejak 14 November 2015 dan akan berakhir pada 17 Januari 2016. Jadi tinggal weekend ini aja nih. Bagi yang penasaran dengan event ini, buruan deh ke sana. Daripada nunggu 2 tahun lagi.
Awal tahun masih sakau liburan? Biar irit tapi tetep banyak dapat benefit, coba liburan di Jakarta aja yuk. Salah satu pilihan yang menarik untuk dikunjungi akhir pekan nanti adalah Jakarta Biennale. Ada yang belum tahu apa itu Jakarta Biennale? Event ini merupakan perhelatan akbar karya seni rupa dua tahunan yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta. Jakarta Biennale 2015 sudah berlangsung sejak 14 November 2015 dan akan berakhir pada 17 Januari 2016. Jadi tinggal weekend ini aja nih. Bagi yang penasaran dengan event ini, buruan deh ke sana. Daripada nunggu 2 tahun lagi.
Untuk masuk ke Jakarta Biennale tidak dipungut biaya apapun, gratis. Meski gratis, event ini nggak murahan lho. Karya-karya yang ditampilkan sangat menarik, unik dan sarat makna. Meski begitu karya-karya seni rupa tersebut ringan untuk dinikmati. Medium yang digunakan pun beragam, ada yang berupa foto, pakaian, video, drum oli, bambu, sampah dan bahkan print out email-emailan antara seniman dengan suatu perusahaan di sini yang sangat ruwet hingga salah satu karya seni tidak bisa ditampilkan. Komposisi karya yang ditampilkan pada Jakarta Biennale 2015 terdiri dari 60% karya seniman Indonesia dan sisanya merupakan karya seniman dari berbagai negara. Kemarin Minggu (10 Januari), saya dan Mba Nita mengikuti tour bersama kurator. Gratis juga lho. Daftarnya bisa melalui email atau sms. Detail kontaknya ada di bawah post ini ya. Kami dan rombongan tur yang terdiri dari belasan peserta, dibawa berkeliling melihat-lihat karya seni yang ditampilkan dengan didampingi dua orang kurator. Kalau tidak didampingi kurator, saya rasa saya tidak akan bisa memahami dengan baik apa maksud dari karya seni yang ditampilkan di sana. Sebenarnya ada keterangan pada setiap karya seni, namun lebih seru mendengar keterangan dari pihak yang ahli bukan? Jangan mengira kurator seni itu selalu "sudah berumur" ya. Kami dipandu oleh dua orang kurator muda yang cantik-cantik dan penuh semangat yakni Irma Chantily dan Riksa Afiaty.
Tema Jakarta Biennale "Maju Kena Mundur Kena", pasti sudah nggak asing lagi ya di memori kita. Tema tersebut memang diambil dari judul film komedi Indonesia tahun 80-an. Charles Esche menjadi kurator utama pada Jakarta Biennale 2015, beliau sudah banyak pengalaman dalam event serupa di berbagai negara. Charles menuturkan bahwa tema tersebut mengacu pada ekspresi lokal yang khas Indonesia. Artinya kita harus fokus pada saat ini dan pada situasi terkini di sekitar kita, menolak nostalgia masa lalu yang tak terjangkau atau menuju utopia yang tidak dapat dicapai. Dengan demikian, dapat terlihat jalan keluar dari apa yang hari ini terlihat suram dan mustahil serta membuat kita bertindak tanpa kesadaran-tanpa makna.
Lokasi penyelenggaraaan Jakarta Biennale sangat unik, yakni di Gudang Sarinah. Gudang yang awalnya sudah tak banyak dilirik ini disulap menjadi area pameran yang menawan sehingga dibanjiri kaum muda ibukota. Tempat parkir tersedia cukup luas di halaman depan. Gedung paling depan dibagi menjadi lobby, kantin dan di bagian ujung ada area bermain skateboard dan sejenisnya. Kegiatan-kegiatan lain seperti workshop atau pasar dengan tema tertentu yang diganti setiap akhir pekan diselenggarakan di gedung ini. Lalu di bagian belakangnya barulah bisa kita temui gedung pameran.
Konsep pameran terbuka, jadi saya bisa merasa lebih dekat dengan karya-karya yang ditampilkan. Orang awam seperti saya kan biasanya merasa karya seni itu sulit dimengerti ya. Di sini saya bisa menatap lekat-lekat dari jarak sangat dekat dan bahkan ada beberapa karya yang boleh disentuh atau dipegang, jadi benar-benar bisa mengamati sampai cukup jelas apa yang ingin diangkat oleh sang seniman. Saya jadi tahu makna di balik semua karya tanpa merasa terintimidasi. Kalau nonton pameran di tempat mewah terus saya nggak ngerti maknanya kan jadinya agak minder gitu. Tampilan Jakarta Biennale ini merepresentasikan kondisi sebenarnya, lekat dengan masyarakat. Displaynya ditata bagaikan kampung di Jakarta dengan banyak gang, mengesankannya jauh dari ekslusifitas. Kampung utamanya dibagi menjadi 3 tapi saling berdekatan dan saya tidak tahu batas antar kampung, semuanya berkaitan. Tema besar dalam pameran ini juga ada 3, yakni penggunaan dan penyalahgunaan air, isu sejarah serta isu feminisme dan LGBT.
Suasana kampungnya cukup terasa karena gang-gang antar karya memang agak sempit. Bahkan kurator kami, Irma Mantily juga berkata "yuk kita masuk ke gang," ketika kami mulai dibawa pergi dari 3 karya utama yang berada di gerbang masuk untuk menjelajah perkampungan Biennale.
Konsep pameran terbuka, jadi saya bisa merasa lebih dekat dengan karya-karya yang ditampilkan. Orang awam seperti saya kan biasanya merasa karya seni itu sulit dimengerti ya. Di sini saya bisa menatap lekat-lekat dari jarak sangat dekat dan bahkan ada beberapa karya yang boleh disentuh atau dipegang, jadi benar-benar bisa mengamati sampai cukup jelas apa yang ingin diangkat oleh sang seniman. Saya jadi tahu makna di balik semua karya tanpa merasa terintimidasi. Kalau nonton pameran di tempat mewah terus saya nggak ngerti maknanya kan jadinya agak minder gitu. Tampilan Jakarta Biennale ini merepresentasikan kondisi sebenarnya, lekat dengan masyarakat. Displaynya ditata bagaikan kampung di Jakarta dengan banyak gang, mengesankannya jauh dari ekslusifitas. Kampung utamanya dibagi menjadi 3 tapi saling berdekatan dan saya tidak tahu batas antar kampung, semuanya berkaitan. Tema besar dalam pameran ini juga ada 3, yakni penggunaan dan penyalahgunaan air, isu sejarah serta isu feminisme dan LGBT.
Suasana kampungnya cukup terasa karena gang-gang antar karya memang agak sempit. Bahkan kurator kami, Irma Mantily juga berkata "yuk kita masuk ke gang," ketika kami mulai dibawa pergi dari 3 karya utama yang berada di gerbang masuk untuk menjelajah perkampungan Biennale.
"Susunan bambu tersebut boleh dinaiki," kata Irma. Karya Yonas yang merupakan seniman Bali ini megangkat aspek mental, bagaimana manusia semena-mena terhadap alam. Karya kedua merupakan susunan kain felt berwarna hitam dalam sebuah kotak putih besar, mengangkat ide fisikalitas, kreatifitas dan aspek permainan. Peter Robinson dari Auckland mengajak pengunjung pameran untuk bermain dengan karya seni. Membentuk kain felt tersebut menjadi wujud apa yang mereka imajinasikan atau inginkan. Peter merasa seni sering dikotak-kotakkan oleh kurator, kritikus dan kolektor sehingga para pengunjung hanya sebagai penikmat pasif. Maka ia membuat kotak putih ini untuk mengundang pengunjung ikut bermain dengan karya seninya. Cocok untuk area bermain anak-anak. Lalu karya seni ke-tiga mengangkat tema spiritualitas. Kotak Plastik yang dikelilingi lukisan diri Tisna Sanjaya ini dibuat dari biji-bijian yang didapatkannya dari berbagai wilayah di nusantara. Ia mengangkat hubungan antara manusia dengan Tuhan. Pada bagian atas kotak plastik ini terdapat plastik-plastik lain yang bertuliskan sifat-sifat Tuhan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
kondisi air di Kampung Pulo |
Jika resapan air di hutan beton kita buruk, maka suatu saat nanti hal ini bisa saja terjadi di kota-kota besar di Indonesia |
Isu-isu di atas berada dalam tema besar air. Isu polusi dan pencemaran air ini belum terpecahkan di Indonesia, air bisa menjadi sumber kehidupan juga bisa menjadu sumber bencana. Ada video berkisah tentang ditenggelamkannya McD, digambarkan secara detail. Video ini merupakan representasi runtuhnya kekuasaan raksasa kapitalis. Isu air yang menarik lainnya adalah Episode III Enjoy Poverty oleh Renzo Martens (Amsterdam). Warga Kongo menjadi korban propaganda kemiskinan di tanahnya sendiri yang sebenarnya subur dan menyimpan banyak intan juga emas. Renzo mengajak warga Kongo untuk memanfaatkan media fotografi supaya bisa "menikmati" hasil dari tanah mereka sendiri.
dunia. Dari masalah sosial, politik, kekerasan dan bahkan masalah personal, semuanya ada.
Isu terakhir adalah tentang gender, yakni feminisme dan LGBT. Isu ini masih cukup sensitif dan seolah tabu untuk dibahas di masyarakat kita ya. Jadi saya hanya mengunggah isu feminisme-nya saja.
Pakaian-pakaian ini melambangkan orang-orang yang "disingkirkan" pada geger 1965, sehingga mereka tak ada dalam sejarah |
Di dalam kawat ini terdapat bendera-bendera beberapa negara yang membangun "tembok"-nya |
Masalah pertambangan tak hanya polusi dan raksasa-raksasa korporasi. Para penambang perorangan pun saling sikut-sikutan dan memiliki kepelikan masalah tersendiri. |
Isu terakhir adalah tentang gender, yakni feminisme dan LGBT. Isu ini masih cukup sensitif dan seolah tabu untuk dibahas di masyarakat kita ya. Jadi saya hanya mengunggah isu feminisme-nya saja.
Yang di pojok kiri itu saya ya^^ |
Masih banyak hal-hal menarik di Jakarta Biennale. Tentu saja tidak bisa saya unggah semuanya. Hal-hal yang saya sampaikan di sini adalah yang paling mengena di benak saya. Pameran ini nggak seserius cerita saya ini lho, kebanyakan pengunjung malah datang ke sini hanya untuk berfoto ria saja. Apapun tujuanmu, sempetin ke sini deh, a very worth event to visit. Dengan tanpa ekspektasi saya justru mendapatkan banyak sudut pandang baru tentang sejarah, kebijakan pemerintah dan feminisme. Bahkan saya baru tahu tentang masyarakat Strenkali yang luar biasa bisa mengatur dirinya sendiri itu dari sini. Salam :)
Ps. Jika berkunjung ke sini pakailah pakaian yang nyaman dan menyerap keringat karena ruangannya tidak ber AC.
Ps. Jika berkunjung ke sini pakailah pakaian yang nyaman dan menyerap keringat karena ruangannya tidak ber AC.
Gudang Sarinah
Jl. Pancoran Timur II no. 4
Jakarta Selatan 12780
Email: info@jakartabiennale.net
Twitter: @jakartabiennale
Facebook: JKTBNL
Instagram: @jakartabiennale
Twitter: @jakartabiennale
Facebook: JKTBNL
Instagram: @jakartabiennale
Postingan serupa:
4 komentar
Wah unik2 ya Nia.. aku sempet dnger pas akhir tahun ttg Jakarta Biennale ini tp trus lupa u mencari tahu lbh lanjut. Hehe..
ReplyDeleteHari ini terakhir Mba, klo Rafasya diajak ke sini pasti banyak nanya. Soalnya banyak permainan menarik yang seru dan ngajak pengunjung berinteraksi :D
DeleteBoleh modern asal jangan kebaratbaratan :D
ReplyDeleteBlog nyaa kak nia bagus, simpel :D
Makasih sudah mampir, aku memang suka yg sederhana dan simple, hihi :)
DeleteTerima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar.
Love, Nia :)